Dilansir dari CNN Indonesia, Indonesia kini telah berhasil mencapai herd immunity atau kekebalan komunal. Hal ini dikarenakan Indonesia telah memenuhi lebih dari 70 persen vaksin dosis kedua. Diketahui per tanggal 8 Maret 2022 lalu telah ada lebih dari lima juta orang yang sembuh dari COVID-19. Meskipun begitu, bukan berarti prokes dilonggarkan ya, Jovians.
Masyarakat diharapkan untuk tetap disiplin menjalankan prokes 5M baik di rumah maupun saat beraktivitas diluar ruangan, yakni memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan membatasi mobilitas.
Di sisi lain, mobilitas yang meningkat menuju bulan puasa bisa memudahkan kamu untuk tertular virus COVID-19. Menuju Ramadhan, hal-hal mengenai kewajiban berpuasa bagi pasien positif COVID-19 masih ramai dipertanyakan.
Apakah pasien COVID-19 boleh berpuasa? Bagaimana aturan isoman saat berpuasa? Oleh sebab itu, berikut ini Jovee berikan penjelasan lengkap tentang hal-hal seputar isoman saat puasa. Simak selengkapnya di bawah ini.
Bolehkah pasien positif COVID-19 untuk berpuasa?
Pasien COVID-19 yang diperbolehkan berpuasa tergantung pada kondisi fisik dan pengobatan yang sedang dijalani pasien. Sejumlah pasien penderita COVID-19 yang tidak boleh berpuasa adalah pasien dalam pengawasan (PDP) yang punya gejala berat seperti demam di atas 38 derajat celcius, sesak napas, dan gejala berat lainnya sangat tidak dianjurkan untuk berpuasa karena akan memperparah kondisi.
Terlebih lagi selama menjalani puasa tubuh tidak mendapat asupan cairan dan makanan selama lebih dari 12 jam yang meningkatkan risiko dehidrasi. Bila pasien COVID-19 dengan gejala demam tetap berpuasa, besar kemungkinan pasien akan mengalami dehidrasi berat.
Selain itu, alasan lainnya pasien COVID-19 dengan gejala berat tidak dianjurkan untuk berpuasa adalah karena pasien diharuskan untuk mengonsumsi obat dan makanan bergizi guna meningkatkan daya tahan tubuh.
Sementara itu, pasien tanpa gejala (OTG) dan pasien COVID-19 dengan gejala ringan masih diperbolehkan untuk berpuasa, selama kondisinya masih memungkinkan. Alasannya, pasien positif tanpa gejala ataupun hanya gejala ringan punya daya tahan tubuh yang cenderung lebih kuat.
Dokter Vito A. Damay, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dilansir dari antaranews.com mengatakan, “Setahu saya kalau pasien COVID-19 masih memungkinkan untuk berpuasa, tidak dilarang berpuasa apalagi kalau tanpa gejala (OTG) dan bergejala ringan.”
Jika masa isolasi mandiri selama puasa telah selesai, kamu tidak perlu melakukan tes PCR jika sudah tidak ada gejala apa pun. Tes PCR saat puasa juga tidak membatalkan puasa, sehingga jika kamu ingin memastikan telah sembuh dari COVID-19 saat puasa, tes PCR bisa dilakukan tanpa membatalkan puasa yang sedang dijalankan.
Tetap berhati-hati jika setelah isoman tes PCR negatif tapi masih bergejala. Bisa saja hasil negatif merupakan false negative, terlebih lagi jika gejala yang ditunjukkan merupakan gejala berat. Konsultasikan pada dokter apakah masih perlu melanjutkan isolasi mandiri selama puasa atau tidak.
Perhatikan hal ini selama isolasi mandiri saat puasa
Perlu diperhatikan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum kamu melakukan isolasi mandiri di rumah. Berdasarkan aturan dari Kementerian Kesehatan RI, pasien yang terkonfirmasi positif COVID-19 harus memenuhi beberapa persyaratan sebelum diperbolehkan isolasi mandiri di rumah. Hal ini juga tetap berlaku pada isolasi mandiri saat puasa, untuk mencegah penularan virus yang lebih luas.
Dalam Surat Edaran Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.01/MENKES/18/2022 tentang Pencegahan dan Pengendalian Kasus COVID-19 Varian Omicron yang ditetapkan pada 17 Januari 2022, berikut syarat isolasi mandiri di rumah.
- Pasien harus berusia 45 tahun ke bawah
- Tidak memiliki komorbid
- Dapat mengakses layanan telekonsultasi atau layanan kesehatan lainnya
- Berkomitmen untuk tetap diisolasi sebelum diizinkan keluar
- Pasien harus tinggal di kamar terpisah, lebih baik lagi jika lantai terpisah
- Kamar mandi di dalam rumah terpisah dari penghuni rumah lainnya
- Memiliki pulse oximeter
Jika pasien tidak dapat memenuhi syarat di atas, maka isolasi mandiri harus dilakukan di fasilitas isolasi terpusat yang telah disiapkan oleh pemerintah.
Meski tergolong aman, sebaiknya pasien yang hendak menjalani isolasi mandiri saat puasa di rumah melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan dokter. Bila selama isolasi mandiri gejala bertambah parah, sebaiknya segera batalkan puasa untuk tidak memperparah kondisi. Segera hubungi layanan medis melalui tekonsultasi untuk mendapatkan arahan yang lebih lanjut.
Isolasi mandiri saat puasa juga sebaiknya dilakukan dengan memenuhi asupan nutrisi dan cairan tubuh yang baik. Perbanyak makanan berserat, banyak minum air putih, dan tidur yang cukup terutama karena rutinitas harian yang berubah saat Ramadhan.
Agar daya tahan tubuh lebih kuat, konsumsi vitamin tambahan seperti vitamin C dan vitamin D yang sangat baik untuk sistem kekebalan tubuh. Bagi pasien yang menjalani isolasi mandiri, disarankan untuk mendapatkan vitamin C dan vitamin D yang lebih banyak.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Primaraya Hospital Pasar Kemis, dr Kiki Maharani, SpPD, dilansir dari Kompas.com mengatakan bahwa khusus pasien isoman membutuhkan asupan vitamin antioksidan dalam jumlah yang lebih besar daripada biasanya.
“Vitamin untuk pasien COVID-19, kebutuhan vitamin C dosisnya bisa 2 kali 500 mg, atau vitamin D yang 1000 IU,” ucapnya.
Jika kamu harus menjalani isolasi mandiri saat puasa, kamu bisa konsumsi Paket Isoman Jovee yang terdiri dari multivitamin untuk menunjang daya tahan tubuh lawan virus COVID-19. Mulai dari 38 ribu, Paket Isoman Jovee bisa didapatkan di sini, atau melalui aplikasi Jovee yang tersedia di PlayStore dan AppStore.